PEMAHAMAN FIDUSIA OLEH KETUA UMUM YLPK PERARI

oleh -129 Dilihat
oleh

PEMAHAMAN UU No 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA,DISOSIALISASIKAN

OLEH Ketua Umum Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri

(YLPK-PERARI) HEFI IRAWAN. SH, MH

==================================

Pihak, Atau Karena Alasan-Alasan Yang Oleh Undang-Undang Di Nyatakan Cukup Untuk Itu.

Suatu Perjanjian Harus Di Laksanakan Dengan Itikad Baik.

Jika Melihat Sumber Dari Perjanjian Fidusia ( Yang Tidak Didaftarkan ) Adalah Perjanjian Pinjam

Meminjam Uang Yang Merupakan Ranah Keperdataan, Maka Kembali Berlaku Pasal 1320 Dan

Pasal 1338 KUHPerdata, Yaitu :

Pasal 1320

Untuk Sahnya Suatu Perjanjian Di Perlukan Empat Syarat :

1. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya;

2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan;

3. Suatu Hal Tertentu;

4. Suatu Sebab Yang Halal;

Pasal 1338

( Asas Perjanjian Pacta Sun Servanda )

Semua Perjanjian Yang Di Buat Secara Sah Berlaku Sebagai Undang-Undang Bagi Mereka

Yang Membuatnya.

Suatu Perjanjian Tidak Dapat Di Tarik Kembali Selain Dengan Sepakat Kedua Belah Pihak.

Mencermati Penggunaan Dasar Pasal 372 KUHP Atas Pengalihan Benda Jaminan Fidusia Yang

Tidak Di Daftarkan, Sebelum Kita Mencermati Pasal 372 KUHP Maka Kita Cermati Pasal 4 UUJF,

Yang Berbunyi Bahwa Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Ikutan Dalam Suatu Perjanjian

Pokok Yang Menimbulkan Kewajiban Bagi Para Pihak Untuk Memenuhi Suatu Prestasi. Hingga

Kesimpulanya Bawha Perjanjian Pokoknya Adalah Pinjam Meminjam Uang Antara Debitor

Sebagai Pemberi Fidusia Dan Kreditor Sebagai Pemegang Fidusia, Dan Perjanjian Fidusia Itu

Sendiri Merupakan Perjanjian Tambahan Yang Mengikuti Perjanjian Pokoknya. Dengan

Putusan Hakim Yang Berkekuatan Hukum Tetap.

Kekuatan Hukum Tetap Tersebut Yang Di Maksud Pada Sertifikat Jaminan Fidusia Adalah Kekuatan

Berupa Hak Eksekutorial ( Parate Eksekusi ) Apabila Debitor Melakukan Pelanggaran Perjanjian

Fidusia Kepada Kreditor Sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Oleh Karena

Itu Apabila Pembebanan Benda Jaminan Fidusia Tidak Memenuhi Pasal-Pasal Sebagaiman Di

Sebut Diatas, Maka Perjanjian Jaminan Fidusia Yang Tidak Dibuat Dengan Akta Notaris Dan

Tidak Didaftarkan, Tidak Dilindungi Oleh UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,Yang

Berakibat Pemegang Fidusia Tidak Menyelesaikan Permasalahan Pengalihan Benda Jaminan

Benda Tersebut Oleh Pemberi Fidusia (Debitur) Berdasarkan Pasal 36 UUJF. Di Atur Lebih Lanjut Dengan Peraturan Pemerintah, Apakah

Perjanjian Pembebanan Benda Jaminan Fidusia Tersebut Di Buat Dengan Akta Notaris? Jika

Ya, Maka Ketentuan Dalam Pasal 5 UUJF Telah Terpenuhi.Bahwa Benda Yang Dibebani Dengan Jaminan Fidusia Wajib Di Daftarkan. Apakah Perjanjian

Pembebanan Benda Jaminan Fidusia Tersebut Sudah Didaftarkan? Jika Ya, Maka Ketentuan

Pasal 11 UUJF Telah Terpenuhi.

Sehingga Jika Kedua Pasal Tersebut Telah Terpenuhi Maka Sebagai Wujud Dari Dipenuhinya

UUJF, Pemegang Fidusia Akan Menerima Sertifikat Jaminan Fidusia Yang Memuat Irah-Irah

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

 

Dimana Irah-Irah Pada Sertifikat Jaminan Fidusia Tersebut Artinya Memiliki Kekuatan

Eksekutorial Yaitu Kekuatan Yang Sama Mencermati Penggunaan Dasar Pasal 36 UUJF Atas

Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan, Maka Kita Sebaiknya Melihat Dasar Hukum Sebelum

Ke Pasal 36 UUJF, Yaitu;

Pasal 4 UUJF :

Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Ikutan Dari Suatu Perjanjian Pokok Yang Menimbulkan

Kewajiban Bagi Para Pihak Untuk Memenuhi Suatu Prestasi.

Perjanjian Pokoknya Adalah Pinjam Meminjam Uang Antara Debitor Sebagai Pemberi Fidusia

Dan Kreditor Sebagai Pemegang Fidusia.

Pasal 5 UUJF

1. Pembebanan Benda Dengan Jaminan Fidusia Dibuat Dengan Akta Notaris Dalam Bahasa

Indonesia Dan Merupakan Akta Jaminan Fidusia.

2. Terhadap Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Dikenakan Biaya Yang Besarnya diatur oleh

pemerintah.

Dalam Prakteknya Sekarang Ini Ternyata Masih Ada Beberapa Kreditur ( Pemegang Fidusia ) Yang

Tidak Mendaftarkan Pembebanan Benda Dengan Jaminan Fidusia. Akan Tetapi Ketika Debitur

Wanprestasi Dan Mengalihkan Benda Jaminanya Kepada Orang Lain, Mereka Menempuh Jalur

Hukum Seolah Orlah Benda Tersebut Didaftarkan.

Jalur Hukum Yang Di Tempuhnyapun Seolah Sama Dengan Pembebanan Benda Jaminan

Fidusia Yang Di daftarkan, Yaitu Dengan Melaporkan Ke Kepolisian Dengan Dasar

Menggunakan Pasal 36 UUJF Ataupun Dengan Menggunakan Pasal 372 KUHP Atas Dugaan

Penggelapan. Keuda Pasal Sebagai Mana Tersebut Diatas Adalah Serupa Tapi Tak Sama.

Karena Pasal 36 UUJF Merupakan Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis Yaitu Hukum Yang

Bersifat Khusus Yang Mengesampingkan Hukum Yang Bersifat Umum. Artinya UUJF

Mengesampingkan Undang-Undang Yang Besifat Umum Yaitu KUHP.

Pemikiran. ,eksekusi-terhadap-benda-objek-perjanjian-fidusia-dengan-akta-di-bawah-tangan )

Sehingga Pasal 372 KUHP Tidak Dapat Serta Merta Diterapkan Atas Perbuatan Debitur Yang

Mengalihkan Benda Jaminan Fidusia ( Yang Tidak Di Daftarkan ) Karena :

1. Perjanjian Pokok Yang Menjadi Dasar Terbitnya Perjanjian Fidusia Adalah Utang Piutang

Yang Masuk Dalam Ranah Keperdataan.

2. Sebelum Memperoleh Putusan Dari Pengadilan Negri Setempat Yang Menyatakan Siapah Yang

Berhak Dan Sah Secara Hukum Atas Kepemilikan Benda Yang Menjadi Jaminan Fidusia

Tersebut Karena Benda Jaminan Fidusia Tersebut Sebagian Adalah Milik Kreditur Dan Sebagian

Lagi Adalah Milik Debitur.

Oleh Karena Itu Pembebanan Benda Jaminan Pasal 372 KUHPidana Menandakan; Barang Siapah

Dengan Sengaja Melawan Hukum Memiliki Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian

Adalah Kepunyaan Orang Lain, Tetapi Yang Ada Dalam Kekuasaanya Bukan Karena Kejahatan

Di Ancan Karena Penggelapan, Dengan Pidana Penjara Paling Lama 4 Tahun Atau Pidana

Denda Paling Banyak Sembilan Ratus Rupiah.Oleh Kreditor,

Tetapi ini Juga Bisa Jadi Blunder Karena Bisa Saling Melaporkan Karena Sebagian Dari Barang

Tersebut Menjadi Milik Berdua Kreditor Maupun Debitur, Di Butuhkan Keputusan Perdata Oleh

Pengadilan Negri Setempat Untuk Mendudukan Porsi Masing-Masing Pemilik Barang Tersebut

UntukKedua Belah Pihak. Jika Hal Ini Ditempuh Maka Akan Terjadi Proses Hukum Yang

Panjang, Melelahkan Dan Menghabiskan Biaya Yang Tidak Sdikit. Akibatnya, Margin Yang

Hendak Dicapai Perusahaan Yang Tidak Terealisir Bahkan Mungkin Merugi, Termasuk Rugi

Waktu,

Berkaitan Dengan Pengalihan Benda Jaminan Fidusia ( Tidak Didaftarkan ) Dengan Pasl 372 KUHP,

Mari Kita Cermati satu Persatu;

1. Pasal 4 UUJF, Berbunyi Bahwa Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Ikutan Dari Suatu Perjanjian

Pokok Yang Menimbulkan Kewajiban Bagi Para Pihak Memenuhi Suatu Prestasi. Artinya Benda

Jaminan Fidusia ( Tidak Didaftarkan ) Yang Menjadi Jaminan Atas Pelunasan Utang Debitur

Secara Serta Merta Mengikuti Perjanjian Pokoknya Pinjam Meminjam Uang Yang Menjadi

Ranah Keperdataan.

2. Apabila Debitur Mengalihkan Benda Objek Fidusia Yang Di Lakukan Dibawah Tangan Kepada

Pihak Lain Tidak Dapat Di Jerat Dengan UU No. 42 Thaun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,

Karena Tidak Syah Atau Legalnya Perjanjian Jaminan Fidusia Yang Dibuat. Mungkin Saja

Debitur Yang Mengalihkan Barang Objek Jaminan Fidusia Di Laporkan Atas Tuduhan

Penggelapan.

Akhirnya Akan Sangat Merugikan Kreditur Ituh Sendiri, Karena Tidak Adanya Jaminan Kepasitian

Hukum Sebagai Mana Yang Telah Di Atur oleh UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan fidusia

A. ISU HUKUM (Legal Issues)

Adapun yang menjadi permasalahan hukum antara lain :

1. Bagaimana Penerapan Undang-Undang RI Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

(UUJF) menurut Pasal 63 ayat (2) KUHP yang dikenal dalam ilmu hukum sebagai asas lex

specialis derogat legi generalis, yaitu aturan hukum yang lebih khusus mengesampingkan

aturan hukum yang lebih umum.

2. Bagaimana Penerapan Undang-Undang RI Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia (UUJF), sebagaimana dimaksud Pasal 36 UUJF …………….. ?

B. SUMBER HUKUM (Source of Law)

Adapun yang menjadi sumber hukum dalam opini hukum (legal opinion) adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

b. Pasal 63 ayat (2) KUH

Undang-Undang RI Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF)

 

C. ARGUMENTASI HUKUM (Legal Arguments)

PENYIDIK DAN JAKSA PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI WAJIB MENERAPKAN ATURAN

HUKUM YANG LEBIH KHUSUS MENGESAMPINGKAN ATURAN HUKUM YANG LEBIH UMUM

1. Bahwa Secara istilah asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu aturan hukum yang lebih

khusus mengesampingkan aturan hukum yang lebih umum, pada dasarnya mengandung satu

kata pokok, yaitu “asas”, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “asas” diartikan sebagai

hukum dasar atau dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat ).

2. Bahwa pada Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas

rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi”;

(2) “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang

merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari

negara lain”, Hal ini menunjukkan bahwa konstitusi Indonesia melindungi hak seseorang

untuk tidak dituntut atau dihukum atau diterapkan dengan cara penerapan yang

bertentangan dengan aturan hukum yang lebih khusus mengesampingkan aturan hukum

yang lebih umum, Asas lex specialis derogat legi generalis memiliki arti penting untuk

melindungi warga negara dari kesewenang-wenangan penguasa dan menjaga undang-

undang tidak diberlakukan hukum yang lebih Umum apabila ada Hukum yang lebih

Khusus sehingga ada jaminan kepastian hukum.

3. Bahwa selain itu berdasarkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39

TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Pasal 5 menyatakan :

(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh

perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya

di depan hukum.

(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan

yang obyektif dan tidak berpihak.

(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh

perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya, Dengan

demikian semakin memperjelas bahwa oleh siapapun dan kepada siapapun dilarang

pemberlakuan ketentuan Hukum yang bersifat Umum kecuali Hukum yang bersifat Khusus.

4. Bahwa Laporan Polisi yang dilakukan oleh pihak finance Jelas dan terang tentang

Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia yang telah dilakukan oleh Debitur (Pemberi Fidusia)

yang telah mengalihkan Obyek Jaminan Fidusia kepada Pihak lain tanpa seizin Penerima

Fidusia (Ic. Lembaga Pembiayaan. Bahwa atas Laporan para pelaku usaha/finance

biasanya, Penyidik meletakan pasal 36 jo 372 atau 378 ,lalu melakukan pelidikan dan

penyidikan dan merutnya sudah lengkap P-21 Dan akan dilimpahkan kejari/JPU, Prihal hasil

penyidikan perkara pidana sudah lengkap ( P-21 ) Ada apa Gerangan ?, Mohon dikoreksi

olah pihak Kejaksaan/JPU;

5. Bahwa Lampiran Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Kehakiman RI,

Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI Nomor: KMA/003/ SKB/II/1998Nomor:

M.02.PW.07.03.Th.1998Nomor: Kep/007/ JA/2/1998Nomor: Kep 02/11/1998Tanggal 5

Pebruari 1998 menentukan waktu secara limitatif “dalam pengiriman SPDP oleh Penyidik

yaitu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan

dan untuk daerah terpencil selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari” dalam perkara a quo

kami menduga kasus ini di rekayasa karena pelaku pengalihan objek jaminan fidusia

tidak dilakukan proses pelidikan dan penyelidikan;

8. Bahwa Dalam Undang-Undang RI No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 21

AYAT (3) Menyatakan “Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan

objek yang setara”, Jelas menurut Undang-Undang ini apabila terbukti Terlapor

mengalihkan Obyek Jaminan Fidusia, Terlaporlah yang wajib mengganti dengan obyek yang

setara kepada Penerima Fidusia;contoh atas nama telah mengalihkan atau mentecoper

kendaraannya kepada pihak ke dua lalu pihak ke dua tidak mengangsur sesuai perjanjian

biasanya atas nama melaporkan pihak ke dua dengan tuduhan penipuan dan

penggelapan,dalam hal ini jelas pelaku tindak pidana pasal 36 fidusia adalah dibitur atau

atas nama,

9. Bahwa Dalam Undang-Undang RI No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 22

Menyatakan “Pembeli benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang merupakan

benda persediaan Bebas dari Tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui

tentang adanya Jaminan Fidusia itu”, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar

lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar;

PEMBERLAKUKAN UNDANG-UNDANG No. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA :

10. Bahwa buah hasil dari kajian dan penolakan Asas Hukum Umum dalam Perkara ini, yang

pada intinya diatur sebagaimana dimaksud asas lex specialis derogat legi generalis yang

memiliki arti penting untuk melindungi warga negara dari kesewenang-wenangan penguasa

dan menjaga undang-undang tidak diberlakukan hukum yang lebih Umum apabila ada

Hukum yang lebih Khusus sehingga ada jaminan kepastian hukum.

11. Bahwa selain itu untuk menindak lanjuti Laporan Polisi, Jelas dan terang tentang Pengalihan

Obyek Jaminan Fidusia (Pemberi Fidusia) yang telah mengalihkan Obyek Jaminan Fidusia

kepada Pihak lain tanpa seiizin Penerima Fidusia (Ic. Lembaga Pembiayaan)” Penyidik

Cukup Memproses Hukum Pemberi Fidusia Sebagaimana dimaksud Pasal 36 UU RI No. 42

Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan tidak Menjerat pihak lain dengan Pasal 378 KUHP

Dan 372 KUHP (Generalis);

12. Dengan demikian semakin jelas bahwa perberlakuan Pasal 378 KUHP Dan 372 KUHP

tentang Penipuan dan penggelapan tidak sesuai dengan fungsi dan tujuan Undang-Undang

42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Untuk itu sudah selayaknyalah Penyidik POLRI

dan JPU Kejaksaan Negeri untuk mematuhi Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung

RI, Menteri Kehakiman RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI Nomor: KMA/003/

SKB/II/1998Nomor: M.02.PW.07.03.Th.1998Nomor: Kep/007/ JA/2/1998Nomor: Kep

02/11/1998Tanggal 5 Pebruari 1998 menentukan waktu secara limitatif “dalam pengiriman

SPDP oleh Penyidik yaitu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak diterbitkannya Surat

Perintah Penyidikan dan untuk daerah terpencil selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari”;

KESIMPULAN dan REKOMENDASI (Conclusions and Recommendations)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Diharapkan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri tidak menerapkan Peraturan

yang TIDAK RESPONSIF, dan hanya menjalankan Hukum sesuai yang diamanatkan

oleh Undang-Undang RI No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia;

2. Diharapkan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri tidak menerapkan Peraturan

yang TIDAK RESPONSIF, yang cenderung bertentangan dengan fungsi dan tujuan

Asas lex specialis derogat legi generalis memiliki arti penting untuk melindungi warga

negara dari kesewenang-wenangan penguasa dan menjaga undang-undang tidak

diberlakukan hukum yang lebih Umum apabila ada Hukum yang lebih Khusus sehingga

ada jaminan kepastian hukum.

Diharapkan penyidik polri dan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri mematuhi Pasal

63 ayat (2) KUHP yang menyatakan :

“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur

pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah

yang diterapkan.”

PEMAHAMAN UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN

FIDUSIA DI SOSIALISASIKAN OLEH YAYASAN LEMBAGA PERLINDUNGAN

KONSUMEN PERJUANGAN ANAK NEGERI (YLPK-PERARI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.